Selasa, 04 Januari 2022

MENUJU DESA SADAR WISATA: PEMERINTAH DESA LUBUK MENYELENGGARAKAN BIMTEK PENGEMBANGAN PARIWISATA TINGKAT DESA


Oleh: Taufik Hidayat | Analis Pariwisata Dinas Pariwisata
Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau

Pemerintah Desa Lubuk bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pendamping Desa menyelenggarakan kegiatan Bimbingan Teknis Pengembangan Pariwisata Tingkat Desa melalui Pelatihan Pengelolaan Kelompok Sadar Wisata Desa Lubuk. Kegiatan dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Desember 2021 di Gedung Pertemuan Sri Kemuning Kantor Desa Lubuk Kecamatan Kundur. Hadir sebagai narasumber yaitu dari Dinas Pariwisata Kabupaten Karimun, Taufik Hidayat dan dari Koordinator Tenaga Ahli Kabupaten Karimun, Mat Daud. 

Kegiatan dibuka secara resmi oleh Camat Kundur yang didampingi oleh Kepala Desa Lubuk dan Ketua BPD Lubuk. Serta dihadiri oleh sekitar 30 orang peserta yang berasal dari Pengurus Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS), Pengurus Badan Usaha Milik Desa (BUMDES), Aparatur Desa, Tokoh Masyarakat, Petugas Kebersihan Pantai, Pengelola Daya Tarik Wisata dan Pemilik Usaha Kedai/Rumah Makan.

Camat Kundur, Syaifullah melalui sambutannya mengatakan bahwa Desa Lubuk memiliki wisata unggulan yaitu Pantai Lubuk yang sudah dikenal masyarakat luas hingga ke Riau daratan, bahkan menjadi ikon wisata di Pulau Kundur. "Saya harap, dapat dicari lagi potensi-potensi wisata lainnya, baik wisata alam, budaya atau wisata buatannya untuk mendukung tempat wisata yang sudah ada," katanya.

Rudiyanto, selaku Pj. Kepala Desa Lubuk juga ikut menyampaikan bahwa sejauh ini pihaknya telah mengembangkan beberapa fasilitas wisata seperti Tugu Pantai Lubuk dan Pengembangan Cagar Budaya Makam Keramat. "Ke depan, kami juga akan merencanakan pembangunan tempat parkir, plaza kuliner, restoran dan penataan taman di depan Tugu Pantai Lubuk," pungkasnya.

Pantai Lubuk memang menjadi daya tarik wisata andalan Pulau Kundur, banyak masyarakat berwisata ke tempat ini. "Tidak hanya pada akhir pekan saja, bahkan hari-hari biasa juga banyak yang berkunjung," ungkap salah satu peserta pelatihan. Hal inilah yang menjadi alasan Pemerintah Desa Lubuk ingin menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan desa. "Kami juga sedang menyusun Peraturan Desa tentang Retribusi untuk memperkuat pengembangan pariwisata desa, Peraturan Desa tentang Retribusi tersebut nantinya akan menjadi dasar dan payung hukum untuk menarik biaya tiket masuk dan biaya lainnya guna membiayai operasional wisata, seperti perawatan fasilitas wisata, menambah fasilitas wisata baru, menambah petugas kebersihan dan keamanan, dan biaya operasional wisata lainnya," tambah Pj. Kepala Desa Lubuk. 

Narasumber pertama, Taufik Hidayat juga menyampaikan dalam kesimpulannya bahwa pengembangan pariwisata Desa Lubuk harus didukung dengan komitmen dan konsistensi seluruh unsur yang terlibat dalam pengembangan pariwisata yaitu pemerintah desa, pengelola daya tarik wisata dan yang terpenting adalah masyarakat sebagai garda terdepan promosi wisata desa. Libatkan akademisi untuk melakukan kajian dan analisis pengembangan wisata, juga media untuk memperkuat jaringan informasi dan promosi.

Selaras dengan yang disampaikan narasumber pertama, narasumber kedua yaitu Mat Daud yang merupakan Koordinator Tenaga Ahli Kabupaten Karimun juga sangat mendukung kegiatan ini. "Ke depan, desa harus bisa menghasilkan Pendapatan Asli Desa sendiri, melalui pengembangan pariwisata desa mari kita berdayakan potensi kepariwisataan di Desa Lubuk untuk kesejahteraan masyarakat Desa Lubuk," ujarnya. 

Terakhir, pengembangan pariwisata tidak boleh terlepas dari nilai-nilai Sapta Pesona yaitu Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah dan Kenangan. Sehingga nilai-nilai tersebut harus dapat diimplementasikan oleh seluruh unsur dan pelaku pengembang pariwisata, hal tersebut demi terciptanya pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. (th)

Sabtu, 20 Februari 2021

PROJEK AKSI: AKSI PUNGUT SAMPAH SEBAGAI SEBUAH LANGKAH KONSTRUKTIF MEWUJUDKAN NILAI-NILAI SAPTA PESONA DI DESTINASI WISATA PANTAI BALE-BALE NONGSA

Laporan Projek Aksi ini dibuat Penulis saat mengikuti Seleksi Pemilihan Duta Lingkungan Hidup Kota Batam Tahun 2017. Penting bagi Penulis untuk mempublikasikan karya ini, sebagai media sosialisasi dan eduksi tentang Lingkungan dan Pariwisata kepada masyarakat luas khususnya para pembaca dan penikmat blog ini, semoga berkenan dan selamat membaca.

 

Kritik dan saran dibutuhkan, silakan sampaikan pada kolom komentar. Terimakasih. 

Jumat, 19 Februari 2021

EKOWISATA: SOLUSI PEMANFAATAN KAWASAN LINGKUNGAN HIDUP BERKONSEP EKSPLORASI TANPA MENGEKSPLOITASI


Oleh: Taufik Hidayat | Duta Lingkungan Hidup Kota Batam 2017

Pengeksploitasian alam secara berlebihan untuk kepentingan ekonomis bagi pihak tertentu membuat ekosistem hayati di lingkungan menjadi tidak seimbang. Sehingga sering kali menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan lingkungan yang nilainya tidak sebanding dengan keuntungan yang diterima. Oknum perusak lingkungan biasanya bertindak tanpa berpikir tentang keberlangsungan kehidupan makhluk hidup di lingkungan tersebut. Padahal lingkungan yang terjaga akan memberikan banyak manfaat jangka panjang yang mampu menyelaraskan sistem kehidupan di lingkungan secara berkelanjutan. Kasus kerusakan alam yang sering ditemukan antara lain pencemaran lingkungan di darat, laut maupun udara, dampak pembangunan, perilaku vandalisme, kerusakan hutan, kerusakan terumbu karang dan lainnya yang hampir kebanyakan disebabkan oleh ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Seperti yang baru-baru ini terjadi yaitu kerusakan terumbu karang di destinasi wisata Raja Ampat Papua Barat oleh kapal Celedonian Sky milik Inggris yang mengakibatkan 1.600 m² kawasan ekosistem bawah air rusak (CNN Indonesia, 2017). Belum lagi kebakaran yang sering terjadi di wilayah hutan Sumatera dan Kalimantan, banjir di Jakarta dan Kabupaten Bandung serta pencemaran limbah industri di perairan laut Kota Batam. Beberapa kasus yang penulis sebutkan adalah kasus-kasus yang kerap terulang setiap tahunnya karena belum memiliki solusi permasalahan yang tepat.

Tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan hidup masih pada kategori rendah. Berbagai upaya penyadaran melalui sosialisasi, seminar bahkan aksi nyata tampaknya belum cukup mampu untuk menggerakkan perilaku sadar lingkungan. Banyak macam kerusakan lingkungan di sekitar kita yang mungkin tidak secara langsung disadari atau bahkan kita sendiri yang melakukannya. Seakan tidak pernah mau belajar dari fenomena musibah yang sering terjadi di tanah air yang selalu mengakibatkan dampak buruk berkelanjutan, oknum masyarakat seperti tidak mengenal efek jera untuk mengulangi tindakan perusakan alam yang jelas merugikan tersebut. Sehingga penulis berspekulasi apakah sebenarnya mereka memang belum mengetahui dampak yang akan ditimbulkan atau bahkan sebenarnya mereka sudah mengetahui namun berkamuflase di balik “topeng” ketidaktahuannya? Maka dari itu artikel ini diharapkan dapat menjadi media introspeksi yang mampu menyadarkan perilaku dan kebiasaan buruk diri penulis sendiri dan para pembaca pada umumnya untuk lebih peduli terhadap keberlangsungan lingkungan di sekitar kita.

Dalam artikel ini, penulis akan mencoba menghubungkan pengetahuan tentang keilmuan pariwisata dan lingkungan hidup berdasarkan pandangan dari penulis sendiri. Bahwa di dalam pariwisata penulis mengenal istilah ekowisata yaitu pengembangan pariwisata berkelanjutan untuk mendukung upaya pelestarian lingkungan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat sekitar (www.academia.edu). Kawasan lingkungan hidup dapat dikemas menjadi sebuah daya tarik wisata tanpa harus mengeksploitasi sumber daya alam yang ada, karena pada dasarnya konsep ekowisata harus memenuhi tiga unsur utama yaitu konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat. Sejauh ini kawasan lingkungan hidup khususnya di Kota Batam secara inovasi belum dimanfaatkan dengan baik sehingga belum dirasakan nilai tambahnya. Pemanfaatan lingkungan hidup di Kota Batam masih hanya sebatas kawasan konservasi dan zona lindung, belum dijadikan sebagai kebutuhan edukasi dan sarana alternatif berekreasi.

Kesadaran diri dan edukasi akan fungsi lingkungan hidup hanya sebatas teori saja, seperti contoh bahwa kita semua sudah mengetahui jika hutan berfungsi sebagai habitat berbagai makhluk hidup, kawasan penyerapan dan penyimpanan air, paru-paru dunia, penyeimbang polusi udara dan sebagainya. Alasan tersebut yang menurut penulis menjadi salah satu penyebab fungsi lingkungan hidup tidak terlihat seutuhnya sehingga mudah mendorong tindakan pengeksploitasian dan pencemaran terhadap lingkungan. Pengawasan lingkungan hidup yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup sebenarnya belum cukup untuk memantau keseluruhan stabilitas lingkungan hidup di Kota Batam mengingat luasnya wilayah dan sumber daya manusia yang terbatas. Perlu adanya keterlibatan industri dan partisipasi aktif masyarakat untuk bersama menjaga dan mengelola lingkungan hidup dengan pendekatan yang lebih persuasif dan edukatif guna memberikan kesadaran dan pemahaman akan pentingnya menjaga sebuah ekosistem. Penulis yakin jika lingkungan hidup mampu dimanfaatkan secara optimal maka akan lebih mudah meningkatkan perilaku sadar lingkungan di tengah masyarakat, salah satu caranya adalah melalui pemanfaatan lingkungan dengan menjadikannya sebagai kawasan ekowisata.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 dan Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah memuat regulasi yang masif. Regulasi tersebut nantinya akan menjadi landasan dalam setiap pengambilan keputusan perihal lingkungan hidup. Penulis menawarkan solusi yang diharapkan dapat membantu mengurangi tindakan apatis masyarakat terhadap kelestarian lingkungan yaitu dengan cara mengeksplorasi lingkungan. Beberapa daerah di Indonesia bisa menjadi contoh kongkret bagi pemerintah daerah Kota Batam dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam untuk belajar mengelola lingkungan hidup melalui tindakan dan pemanfaatan yang lebih kreatif serta inovatif. Kawasan pertama yang layak menjadi contoh adalah Teras Cikapundung di Kota Bandung, kawasan ini telah menjadi salah-satu destinasi wisata baru berbasis lingkungan yang berhasil memikat hati warga Kota Bandung. Sebelum kawasan pinggiran Sungai Cikapundung tersebut direvitalisasi, lokasi ini sering dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah oleh warga sekitar. Sehingga membuat kondisi tempat tersebut kumuh, kotor dan bau bahkan warna air sungai yang hitam sempat membuat tempat ini berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Namun saat ini kondisi lokasi tersebut sudah berubah menjadi tempat yang layak untuk ruang aktivitas publik dan edukasi pilihan warga Kota Bandung. Area yang dulunya dijadikan tempat pembuangan sampah saat ini sudah menjadi mini amphiteater untuk pertunjukan seni budaya lokal, sungai yang dulu airnya berwarna hitam dan berbau tidak sedap sekarang sudah dijadikan sebagai lokasi wahana river tubing dan arung jeram. Tersedia pula kolam buatan yang memamerkan ikan asli habitat Sungai Cikapundung yang disertai pula dengan informasi dan media pembelajaran yang interaktif. Kawasan yang dulunya dihindari sekarang menjadi kawasan tematik yang ramah bagi setiap orang, tidak terlihat lagi warga yang membuang sampah di lokasi tersebut. Hampir setiap hari ada saja rombongan sekolah yang datang untuk belajar mengenal lingkungan hidup di kawasan Teras Cikapundung. Tak hanya untuk dinikmati, lebih dari itu program revitalisasi juga mampu mengangkat dan memberikan nilai tambah serta peningkatan perilaku sadar lingkungan kepada masyarakat. 

Selanjutnya Taman Hutan Kota di Kota Cimahi yang sedang digagas menjadi taman hutan kota berbasis lingkungan bagi warga Kota Cimahi. Hutan yang dulunya terbengkalai dan minim pengelolaan sekarang sudah dioptimalkan menjadi ikon wisata baru di Kota Cimahi dan mengundang banyak perhatian warganya. Sama seperti Teras Cikapundung, Taman Hutan Kota Cimahi didesain menjadi sarana untuk mengenal lingkungan hidup karena di tempat ini terdapat beberapa koleksi jenis pepohonan yang mampu meningkatkan wawasan serta pengetahuan bagi siapa saja yang mengunjunginya. Selain pemanfaatan kawasan sungai dan hutan sebagai daya tarik wisata berbasis lingkungan, ada pula pemanfaatan danau buatan di Kabupaten Purwakarta bernama Cai Mancur Sribaduga yang mendapat perhatian Kementerian Pariwisata karena kecerdasan Bupati Purwakarta merubah danau tersebut menjadi lokasi atraksi air mancur terbesar se-Asia Tenggara. Dipadukannya dengan seni musik dan pencahayaan yang modern membuat pertunjukan Cai Mancur Sri Baduga setara dengan pertunjukan Song of the Sea di Singapura.

Daerah-daerah yang telah penulis sebutkan di atas merupakan hasil studi dan pengamatan penulis saat berkunjung ke daerah tersebut yang dirasa telah berhasil mengelola, melindungi dan memanfaatkan lingkungan dengan model ekowisata. Kota Batam sebagai kota yang didesain sebagai kawasan industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata memiliki banyak potensi yang menjanjikan. Danau buatan, hutan lindung, sungai buatan, pantai, bukit, terumbu karang dan hayati lainnya merupakan potensi-potensi yang dapat dibanggakan Kota Batam. Sebagai daerah yang dikelilingi lautan, banyak sekali potensi bahari termasuk kawasan hutan mangrove yang dapat dikemas sebagai kawasan ekowisata karena tidak semua daerah di Indonesia memiliki sumber daya alam tersebut. Namun dengan banyaknya potensi alam yang dimiliki Batam maka potensi kerusakannya juga cenderung lebih besar. Dengan adanya kawasan pariwisata berbasis lingkungan diharapkan masyarakat dan industri yang ada di Kota Batam menjadi lebih peduli dan bertanggung jawab untuk bersama menjaga, melindungi serta merawat lingkungannya. Jika kondisi tersebut dapat terwujud, maka tidak ada lagi masyarakat yang akan membuang sampah sembarangan, menangkap ikan dengan cara salah, berperilaku vandalisme serta menebang dan membakar hutan untuk kepentingan ekonomis. Berikut dengan industri, mereka akan berpikir ulang untuk tidak membuang limbah sisa produksi industrinya ke lingkungan yang ada di sekitarnya.

Sifat lingkungan hidup yang everlasting time pada sumber daya yang dapat diperbarui menjadi modal besar bagi pengelolanya yaitu manusia. Dengan pemahaman low budget but high income yaitu bahwa manusia tidak perlu membeli hutan, laut, sungai, danau dan kekayaan alam lainnya seharusnya kita dapat lebih bersyukur karena sudah diberikan segalanya gratis oleh Tuhan. Hanya saja Tuhan menitipkannya kepada kita agar dapat menjaga dan memanfaatkan alam-Nya secara bijak. Solusi pemanfaatan lingkungan berbasis ekowisata dapat membuktikan bahwa tidak selamanya mengeksplorasi lingkungan harus dengan cara mengeksploitasinya. Maka dari itu bijaksanalah dalam bertindak karena alam sudah memberikan manfaat tak ternilai kepada kita. Sudah seharusnya kita menjadi agen perubahan dengan menjadi duta lingkungan hidup yang mampu berperilaku sadar lingkungan dan menginspirasi banyak orang.

Selasa, 23 Juni 2015

KEHIDUPAN ANAK PUNK TERHADAP AKTIVITAS PARIWISATA DI KOTA BANDUNG


(Penulis: Taufik Hidayat - Mahasiswa Manajemen Pariwisata
 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata YAPARI-AKTRIPA Bandung)

Saat ini, fenomena anak punk sudah menyebar ke seluruh Indonesia tidak terkecuali Kota Bandung. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) definisi anak punk adalah pemuda yang mengikuti gerakan menentang masyarakat yang mapan dengan menyatakannya dengan musik, gaya berpakaian, dan gaya rambut yang khas. Dilihat dari sisi sosial, anak punk merupakan individu atau sekelompok orang yang sengaja keluar dari kehidupan “normal”nya untuk mencari kebebasan lalu menjalani kehidupan kesehariannya dengan aktifitas atau gaya yang mereka rasa sangat nyaman dan cocok untuk dijalani sehingga menjadi kesenangan atau kepuasan tersendiri bagi mereka. Mereka menungankan kesenangannya ke dalam beberapa bentuk seperti mengubah gaya penampilan berpakaian yang serba hitam, memakai cenana jeans yang ketat dan robek di bagian lutut, menggunakan tato di lengan, punggung, leher atau kaki serta mengubah gaya rambut menjadi lebih nyentrik yang dipadukan dengan berbagai warna. Mereka pun seperti tidak memiliki tempat tinggal, kesana kemari bergentayangan saat malam di persimpangan jalan, taman kota, bawah jembatan bahkan di sudut-sudut bangunan yang sudah tidak terpakai.

Di beberapa sudut Kota Bandung seperti di Tegalega, Ciroyom, Sarijadi, Cemara, Simpang BIP, Leuwi Panjang, Pasteur dan Jembatan Pasupati, masalah sosial kehidupan anak punk sering terlihat pada malam hari terutama pada malam minggu. Kebanyakan dari mereka adalah individu-individu yang yang rentan usianya antara 15 tahun sampai dengan 25 tahun yang termasuk ke dalam tahap perkembangan remaja menuju dewasa. Lalu sebenarnya apa faktor  yang menyebabkan mereka untuk lebih memilih menjadi anak punk dan manjalani kehidupannya di jalanan ?

Menurut sebagian besar orang, alasan mengapa seseorang memilih kehidupan menjadi seorang anak punk adalah karena dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal sering terjadi akibat jiwa orang itu sendiri untuk memilih menjadi anak punk karena menginginkan kehidupan yang bebas tanpa dibatasi oleh aturan, adapula dikarenakan permasalahan keluarga seperti ayah dan ibu nya bercerai lalu si anak tidak merasakan kasih sayang (broken home) yang mendorong si anak cenderung mencari alternatif pergaulan yang lebih bebas dan ingin mencari perhatian dengan manjadi seorang anak punk. Atau faktor eksternal seperti pergaulan di lingkungan sekitar (lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, dan lingkungan dunia luar) yang selalu dilihatnya lalu tingkah laku mereka diikuti karena rasa penasaran ingin mencoba yang tinggi. 

Masyarakat selama ini jika mendengar kata “anak punk” selalu mengkaitkannya dengan hal-hal yang negatif seperti pergaulan yang sangat bebas, dekat dengan rokok, pemakai narkoba dan obat-obatan terlarang, ngelem, hingga kehidupan liar seks bebas dan penyakit kelamin. Tak jarang realita sosial juga membuktikan bahwa anak punk sering berbuat kriminalitas seperti mencuri, menyopet, tawuran antar kelompok anak punk hingga mengamen dengan sifat dan kesan memaksa di angkutan umum (angkot). Tentu realita ini sangat meresahkan masyarakat umum, terkhusus bagi mereka para pengguna fasilitas publik di Kota Bandung.

Jika dikaitkan dengan pariwisata, kondisi ini tentu akan membuat citra atau image Kota Bandung menjadi buruk dan membawa kesan negatif bagi wisatawan. Kesan tidak aman, tidak nyaman, tidak indah dipandang, tidak tertib tentu terbenak di hati wisatawan yang berkunjung ke Kota Bandung. Semua wisatawan menginginkan adanya unsur sapta pesona (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah tamah dan kenangan) dalam setiap perjalanannya. Terjaminnya keamanan dan keselamatan, ketertiban masyarakatnya, bersih dari segala unsur yang mengganggu keindahan hingga adanya suatu kenangan yang berkesan dan tidak dapat dilupakan adalah yang selalu diharapkan oleh siapapun jika berkunjung ke suatu daerah. Namun, fenomena anak punk secara tidak langsung telah mengganggu kegiatan pariwisata di Kota Bandung, seperti apa?

Realita yang sering terjadi adalah dari sisi keamanan dan kenyamanan wisatawan terhadap aktifitas anak punk, yaitu anak punk seringkali masuk ke angkutan umum dengan modus untuk mengamen namun saat meminta bayaran seringkali bersifat dan berkesan memaksa atau menyindir para penumpang, seperti “kok pelit banget sih!”, “susah amat ngasih uang receh!” atau “cantik-cantik kok ngasihnya cuma segini!”. Hal seperti itu membuat siapapun yang berada di dalam angkot termasuk wisatawan merasa terganggu kenyamanan terlebih lagi anak punk yang masuk ke angkot berbau badan tidak sedap dan tidak beretika atau wisatawan akhirnya memberikan uang tambahan karena merasa terancam keselamatannya. Yang saat ini sering terjadipun adalah anak punk sering masuk ke bus-bus pariwisata tidak hanya satu oranag melainkan dua atau lebih yang seharusnya anak punk atau pengamen dilarang untuk masuk ke bus pariwisata yang sedang membawa rombongan wisatawan namun tetap saja mereka memaksa masuk yang akhirnya mengakibatkan wisatawan terganggu kenyamanannya.

Adapun realita lainnya jika dilihat dari sisi keindahan dan ketertiban adalah jika kelompok anak-anak punk tidak di tertibkan, dibiarkan menyebar dan bebas dijalanan, yang akan terjadi adalah timbul kesan tidak tertib, kumuh dan menyeramkan. Hal seperti itupun sangat merugikan Kota Bandung sebagai suatu destinasi wisata karena wisatawan terutama wisatawan mancanegara sering melihat dan memperhatikan hal-hal yang kecil terkait dengan keindahan tata letak kota dan kondisi sosial masyarakatnya.

Tentu permasalahan sosial anak punk khususnya di Kota Bandung harus segera diminimalisir agar tidak terjadi hal-hal yang mengganggu keamanan dan kenyamanan para wisatawan yang berkunjung ke Kota Bandung serta tidak mengganggu keindahan dan ketertiban di jalanan Kota Bandung. Bentuk untuk meminimalisir keadaan dan kondisi ini adalah seperti melakukan razia rutin oleh Dinas Sosial Kota Bandung atau dinas-dinas terkait lainnya. Atau memberikan alternatif lain seperti pembekalan wawasan dan pengetahuan kepada para anak punk untuk lebih tertib ketika mengamen dan memberikan mereka pengetahuan akan sanksi baik sanksi sosial atau hukum yang akan diterima jika mereka melanggar ketertiban umum. Sehingga, diharapkan keberadaan anak punk “liar” di Kota Bandung dapat di eleminasi kesan negatifnya dan kejahatan yang sering dilakukan anak punk pun tidak terjadi lagi.

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DAERAH WISATA MAMPU MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT LOKAL


(Penulis: Taufik Hidayat - Mahasiswa Manajemen Pariwisata 
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata YAPARI-AKTRIPA Bandung)

Pariwisata sebagai salah satu sektor kegiatan yang memberikan kontribusi pendapatan nasional terbesar di Negara Indonesia (sumber: Badan Pusat Statistik),  saat ini menjadi sektor kegiatan yang paling potensial untuk bisa dikembangkan menjadi sektor kegiatan yang aktual. Peluang ini dilihat oleh beberapa ahli ekonomi yang mengatakan bahwa saat ini di beberapa negara terutama negara-negara yang berada di Benua Eropa dan Amerika, pariwisata sudah menjadi salah satu kebutuhan sekunder yang harus dipenuhi, mengingat income percapita penduduk di negara-negara tersebut termasuk tinggi sehingga uang lebih (disposal money) yang mereka miliki sudah diporsikan untuk memenuhi kebutuhan lainnya, salah satunya adalah untuk melakukan kegiatan berwisata.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, menyimpan banyak kekayaan alam dan budaya yang bernilai jual tinggi. Sumber kekayaan alam dan budaya tersebut seharusnya dapat menjadi magnet penarik bagi wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia. Saat ini, destinasi yang terkenal di Indonesia seperti Pulau Bali, Kepulauan Raja Ampat, Bunaken, Toraja dan TN Komodo sudah cukup banyak mendatangkan wisatawan ke Indonesia, namun kunjungan tersebut belum maksimal mengingat gagalnya pencapaian target kunjungan sembilan juta wisatawan asing ke Indonesia pada tahun 2014. Dengan menargetkan sepuluh juta wisatawan asing di tahun 2015 ini, Kementerian Pariwisata Indonesia harus bisa membuat strategi-strategi unggul agar target tersebut bisa tercapai.
Dalam lingkup mikro, sektor pariwisata sebenarnya dapat menjadi keuntungan sekaligus peluang untuk meningkatkan sumber pendapatan masyarakat terutama bagi masyarakat yang bersentuhan langsung dengan kegiatan pariwisata, dalam kata lain masyarakat lokal seharusnya lebih berpeluang untuk mendapatkan kesempatan tersebut. Namun, kerapkali program pembangunan dan pengembangan dibuat oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang akhirnya masyarakat lokal hanya diikutsertaan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberikan masukan dan peranan. Padahal, pemberdayaan masyarakat lokal di daerah wisata sangat penting dilakukan agar masyarakat lokal tidak tersisih dan mampu berjaya di daerahnya sendiri.
Dilihat dari sisi yang berbeda, hal ini telah dulu dilihat oleh pemerintah daerah, bukan tanpa alasan mengapa pemerintah sering tidak mengikutsertakan masyarakat lokal di dalam kegiatan pariwisatanya. Alasan paling mendasar terletak pada penilaian akan kemampuan masyarakat lokal terhadap kebutuhan kompetensi di daerah wisata yang masih dianggap rendah, seperti penguasaan teknologi, bahasa asing dan minimnya pendidikan/pemahaman masyarakat  mengenai kebutuhan dan karateristik wisatawan. Seharusnya, disinilah pemerintah berperan aktif untuk bisa memberdayakan masyarakat lokal dengan cara menanamkan arti penting peran serta masyarakat lokal sebagai unsur terbentuknya kondisi sosial dan ekonomi yang lebih maju dan sehat bagi seluruh masyarakat lokal di daerah wisata. 
Berdasarkan Sutrisno (1995: 35), dalam membangun partisipatif maka peran pemerintah pada umumnya sebagai fasilitasi terhadap jalanya proses pemberdayaan masyarakat dengan baik. Fasilitasi dapat berupa kebijakan-kebijakan atau tenaga ahli, pendanaan, penyediaan teknologi dan tenaga terampil. Pemerintah seharusnya menyadari bahwa masyarakat lokal adalah sebagai alat produksi yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi suatu daerah melalui karya dan dedikasi hasil pengembangan sumber daya manusia di daerah tersebut sehingga nantinya dapat menghasilkan masyarakat yang mandiri dan berkualitas. Pariwisata sebagai multiplayer effect , yaitu pariwisata berdampak ganda terhadap kegiatan lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal dengan menghidupkan semua sektor yang berkaitan langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan pariwisata di daerah. Masyarakat lokal seyogianya diberdayakan untuk bisa masuk ke lingkup kegiatan usaha jasa/sarana/objek pariwisata seperti berdagang makanan/minuman, berdagang souvenir hasil karya masyarakat lokal (hand made), menjadi pemandu wisata lokal (local guide), jasa penyewaan kendaraan (becak, delman, motor/ojek, sepeda), staf pengelola destinasi wisata dan kegiatan-kegiatan berpotensial ekonomi lainnya. Seluruh kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang bila dapat dioptimalkan oleh masyarakat lokal di daerah, manfaatnya akan sangat terasa terutama bagi perputaran perekonomian setempat karena mampu meningkatkan pendapatan masyarakat lokal yang nantinya akan berujung pada kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Selain itu, dapat pula meningkatkan kemandirian dan kualitas sumber daya masyarakat lokal, sehingga akan mampu mengangkat citra masyarakat lokal yang berada di daerah  destinasi wisata.

Daftar Pustaka

Hadiwijoyo, Suryo Sakti., 2012, Perencanaan Pariwisata Perdesaan Berbasis Masyarakat, Graha Ilmu, Yogyakarta.

MENUJU DESA SADAR WISATA: PEMERINTAH DESA LUBUK MENYELENGGARAKAN BIMTEK PENGEMBANGAN PARIWISATA TINGKAT DESA

Oleh: Taufik Hidayat | Analis Pariwisata Dinas Pariwisata Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau Pemerintah Desa Lubuk bersama Badan Permusyawara...