Jumat, 19 Februari 2021

EKOWISATA: SOLUSI PEMANFAATAN KAWASAN LINGKUNGAN HIDUP BERKONSEP EKSPLORASI TANPA MENGEKSPLOITASI


Oleh: Taufik Hidayat | Duta Lingkungan Hidup Kota Batam 2017

Pengeksploitasian alam secara berlebihan untuk kepentingan ekonomis bagi pihak tertentu membuat ekosistem hayati di lingkungan menjadi tidak seimbang. Sehingga sering kali menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan lingkungan yang nilainya tidak sebanding dengan keuntungan yang diterima. Oknum perusak lingkungan biasanya bertindak tanpa berpikir tentang keberlangsungan kehidupan makhluk hidup di lingkungan tersebut. Padahal lingkungan yang terjaga akan memberikan banyak manfaat jangka panjang yang mampu menyelaraskan sistem kehidupan di lingkungan secara berkelanjutan. Kasus kerusakan alam yang sering ditemukan antara lain pencemaran lingkungan di darat, laut maupun udara, dampak pembangunan, perilaku vandalisme, kerusakan hutan, kerusakan terumbu karang dan lainnya yang hampir kebanyakan disebabkan oleh ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Seperti yang baru-baru ini terjadi yaitu kerusakan terumbu karang di destinasi wisata Raja Ampat Papua Barat oleh kapal Celedonian Sky milik Inggris yang mengakibatkan 1.600 m² kawasan ekosistem bawah air rusak (CNN Indonesia, 2017). Belum lagi kebakaran yang sering terjadi di wilayah hutan Sumatera dan Kalimantan, banjir di Jakarta dan Kabupaten Bandung serta pencemaran limbah industri di perairan laut Kota Batam. Beberapa kasus yang penulis sebutkan adalah kasus-kasus yang kerap terulang setiap tahunnya karena belum memiliki solusi permasalahan yang tepat.

Tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan hidup masih pada kategori rendah. Berbagai upaya penyadaran melalui sosialisasi, seminar bahkan aksi nyata tampaknya belum cukup mampu untuk menggerakkan perilaku sadar lingkungan. Banyak macam kerusakan lingkungan di sekitar kita yang mungkin tidak secara langsung disadari atau bahkan kita sendiri yang melakukannya. Seakan tidak pernah mau belajar dari fenomena musibah yang sering terjadi di tanah air yang selalu mengakibatkan dampak buruk berkelanjutan, oknum masyarakat seperti tidak mengenal efek jera untuk mengulangi tindakan perusakan alam yang jelas merugikan tersebut. Sehingga penulis berspekulasi apakah sebenarnya mereka memang belum mengetahui dampak yang akan ditimbulkan atau bahkan sebenarnya mereka sudah mengetahui namun berkamuflase di balik “topeng” ketidaktahuannya? Maka dari itu artikel ini diharapkan dapat menjadi media introspeksi yang mampu menyadarkan perilaku dan kebiasaan buruk diri penulis sendiri dan para pembaca pada umumnya untuk lebih peduli terhadap keberlangsungan lingkungan di sekitar kita.

Dalam artikel ini, penulis akan mencoba menghubungkan pengetahuan tentang keilmuan pariwisata dan lingkungan hidup berdasarkan pandangan dari penulis sendiri. Bahwa di dalam pariwisata penulis mengenal istilah ekowisata yaitu pengembangan pariwisata berkelanjutan untuk mendukung upaya pelestarian lingkungan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat sekitar (www.academia.edu). Kawasan lingkungan hidup dapat dikemas menjadi sebuah daya tarik wisata tanpa harus mengeksploitasi sumber daya alam yang ada, karena pada dasarnya konsep ekowisata harus memenuhi tiga unsur utama yaitu konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat. Sejauh ini kawasan lingkungan hidup khususnya di Kota Batam secara inovasi belum dimanfaatkan dengan baik sehingga belum dirasakan nilai tambahnya. Pemanfaatan lingkungan hidup di Kota Batam masih hanya sebatas kawasan konservasi dan zona lindung, belum dijadikan sebagai kebutuhan edukasi dan sarana alternatif berekreasi.

Kesadaran diri dan edukasi akan fungsi lingkungan hidup hanya sebatas teori saja, seperti contoh bahwa kita semua sudah mengetahui jika hutan berfungsi sebagai habitat berbagai makhluk hidup, kawasan penyerapan dan penyimpanan air, paru-paru dunia, penyeimbang polusi udara dan sebagainya. Alasan tersebut yang menurut penulis menjadi salah satu penyebab fungsi lingkungan hidup tidak terlihat seutuhnya sehingga mudah mendorong tindakan pengeksploitasian dan pencemaran terhadap lingkungan. Pengawasan lingkungan hidup yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup sebenarnya belum cukup untuk memantau keseluruhan stabilitas lingkungan hidup di Kota Batam mengingat luasnya wilayah dan sumber daya manusia yang terbatas. Perlu adanya keterlibatan industri dan partisipasi aktif masyarakat untuk bersama menjaga dan mengelola lingkungan hidup dengan pendekatan yang lebih persuasif dan edukatif guna memberikan kesadaran dan pemahaman akan pentingnya menjaga sebuah ekosistem. Penulis yakin jika lingkungan hidup mampu dimanfaatkan secara optimal maka akan lebih mudah meningkatkan perilaku sadar lingkungan di tengah masyarakat, salah satu caranya adalah melalui pemanfaatan lingkungan dengan menjadikannya sebagai kawasan ekowisata.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 dan Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah memuat regulasi yang masif. Regulasi tersebut nantinya akan menjadi landasan dalam setiap pengambilan keputusan perihal lingkungan hidup. Penulis menawarkan solusi yang diharapkan dapat membantu mengurangi tindakan apatis masyarakat terhadap kelestarian lingkungan yaitu dengan cara mengeksplorasi lingkungan. Beberapa daerah di Indonesia bisa menjadi contoh kongkret bagi pemerintah daerah Kota Batam dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam untuk belajar mengelola lingkungan hidup melalui tindakan dan pemanfaatan yang lebih kreatif serta inovatif. Kawasan pertama yang layak menjadi contoh adalah Teras Cikapundung di Kota Bandung, kawasan ini telah menjadi salah-satu destinasi wisata baru berbasis lingkungan yang berhasil memikat hati warga Kota Bandung. Sebelum kawasan pinggiran Sungai Cikapundung tersebut direvitalisasi, lokasi ini sering dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah oleh warga sekitar. Sehingga membuat kondisi tempat tersebut kumuh, kotor dan bau bahkan warna air sungai yang hitam sempat membuat tempat ini berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Namun saat ini kondisi lokasi tersebut sudah berubah menjadi tempat yang layak untuk ruang aktivitas publik dan edukasi pilihan warga Kota Bandung. Area yang dulunya dijadikan tempat pembuangan sampah saat ini sudah menjadi mini amphiteater untuk pertunjukan seni budaya lokal, sungai yang dulu airnya berwarna hitam dan berbau tidak sedap sekarang sudah dijadikan sebagai lokasi wahana river tubing dan arung jeram. Tersedia pula kolam buatan yang memamerkan ikan asli habitat Sungai Cikapundung yang disertai pula dengan informasi dan media pembelajaran yang interaktif. Kawasan yang dulunya dihindari sekarang menjadi kawasan tematik yang ramah bagi setiap orang, tidak terlihat lagi warga yang membuang sampah di lokasi tersebut. Hampir setiap hari ada saja rombongan sekolah yang datang untuk belajar mengenal lingkungan hidup di kawasan Teras Cikapundung. Tak hanya untuk dinikmati, lebih dari itu program revitalisasi juga mampu mengangkat dan memberikan nilai tambah serta peningkatan perilaku sadar lingkungan kepada masyarakat. 

Selanjutnya Taman Hutan Kota di Kota Cimahi yang sedang digagas menjadi taman hutan kota berbasis lingkungan bagi warga Kota Cimahi. Hutan yang dulunya terbengkalai dan minim pengelolaan sekarang sudah dioptimalkan menjadi ikon wisata baru di Kota Cimahi dan mengundang banyak perhatian warganya. Sama seperti Teras Cikapundung, Taman Hutan Kota Cimahi didesain menjadi sarana untuk mengenal lingkungan hidup karena di tempat ini terdapat beberapa koleksi jenis pepohonan yang mampu meningkatkan wawasan serta pengetahuan bagi siapa saja yang mengunjunginya. Selain pemanfaatan kawasan sungai dan hutan sebagai daya tarik wisata berbasis lingkungan, ada pula pemanfaatan danau buatan di Kabupaten Purwakarta bernama Cai Mancur Sribaduga yang mendapat perhatian Kementerian Pariwisata karena kecerdasan Bupati Purwakarta merubah danau tersebut menjadi lokasi atraksi air mancur terbesar se-Asia Tenggara. Dipadukannya dengan seni musik dan pencahayaan yang modern membuat pertunjukan Cai Mancur Sri Baduga setara dengan pertunjukan Song of the Sea di Singapura.

Daerah-daerah yang telah penulis sebutkan di atas merupakan hasil studi dan pengamatan penulis saat berkunjung ke daerah tersebut yang dirasa telah berhasil mengelola, melindungi dan memanfaatkan lingkungan dengan model ekowisata. Kota Batam sebagai kota yang didesain sebagai kawasan industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata memiliki banyak potensi yang menjanjikan. Danau buatan, hutan lindung, sungai buatan, pantai, bukit, terumbu karang dan hayati lainnya merupakan potensi-potensi yang dapat dibanggakan Kota Batam. Sebagai daerah yang dikelilingi lautan, banyak sekali potensi bahari termasuk kawasan hutan mangrove yang dapat dikemas sebagai kawasan ekowisata karena tidak semua daerah di Indonesia memiliki sumber daya alam tersebut. Namun dengan banyaknya potensi alam yang dimiliki Batam maka potensi kerusakannya juga cenderung lebih besar. Dengan adanya kawasan pariwisata berbasis lingkungan diharapkan masyarakat dan industri yang ada di Kota Batam menjadi lebih peduli dan bertanggung jawab untuk bersama menjaga, melindungi serta merawat lingkungannya. Jika kondisi tersebut dapat terwujud, maka tidak ada lagi masyarakat yang akan membuang sampah sembarangan, menangkap ikan dengan cara salah, berperilaku vandalisme serta menebang dan membakar hutan untuk kepentingan ekonomis. Berikut dengan industri, mereka akan berpikir ulang untuk tidak membuang limbah sisa produksi industrinya ke lingkungan yang ada di sekitarnya.

Sifat lingkungan hidup yang everlasting time pada sumber daya yang dapat diperbarui menjadi modal besar bagi pengelolanya yaitu manusia. Dengan pemahaman low budget but high income yaitu bahwa manusia tidak perlu membeli hutan, laut, sungai, danau dan kekayaan alam lainnya seharusnya kita dapat lebih bersyukur karena sudah diberikan segalanya gratis oleh Tuhan. Hanya saja Tuhan menitipkannya kepada kita agar dapat menjaga dan memanfaatkan alam-Nya secara bijak. Solusi pemanfaatan lingkungan berbasis ekowisata dapat membuktikan bahwa tidak selamanya mengeksplorasi lingkungan harus dengan cara mengeksploitasinya. Maka dari itu bijaksanalah dalam bertindak karena alam sudah memberikan manfaat tak ternilai kepada kita. Sudah seharusnya kita menjadi agen perubahan dengan menjadi duta lingkungan hidup yang mampu berperilaku sadar lingkungan dan menginspirasi banyak orang.

Tidak ada komentar:

MENUJU DESA SADAR WISATA: PEMERINTAH DESA LUBUK MENYELENGGARAKAN BIMTEK PENGEMBANGAN PARIWISATA TINGKAT DESA

Oleh: Taufik Hidayat | Analis Pariwisata Dinas Pariwisata Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau Pemerintah Desa Lubuk bersama Badan Permusyawara...