Selasa, 23 Juni 2015

KEHIDUPAN ANAK PUNK TERHADAP AKTIVITAS PARIWISATA DI KOTA BANDUNG


(Penulis: Taufik Hidayat - Mahasiswa Manajemen Pariwisata
 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata YAPARI-AKTRIPA Bandung)

Saat ini, fenomena anak punk sudah menyebar ke seluruh Indonesia tidak terkecuali Kota Bandung. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) definisi anak punk adalah pemuda yang mengikuti gerakan menentang masyarakat yang mapan dengan menyatakannya dengan musik, gaya berpakaian, dan gaya rambut yang khas. Dilihat dari sisi sosial, anak punk merupakan individu atau sekelompok orang yang sengaja keluar dari kehidupan “normal”nya untuk mencari kebebasan lalu menjalani kehidupan kesehariannya dengan aktifitas atau gaya yang mereka rasa sangat nyaman dan cocok untuk dijalani sehingga menjadi kesenangan atau kepuasan tersendiri bagi mereka. Mereka menungankan kesenangannya ke dalam beberapa bentuk seperti mengubah gaya penampilan berpakaian yang serba hitam, memakai cenana jeans yang ketat dan robek di bagian lutut, menggunakan tato di lengan, punggung, leher atau kaki serta mengubah gaya rambut menjadi lebih nyentrik yang dipadukan dengan berbagai warna. Mereka pun seperti tidak memiliki tempat tinggal, kesana kemari bergentayangan saat malam di persimpangan jalan, taman kota, bawah jembatan bahkan di sudut-sudut bangunan yang sudah tidak terpakai.

Di beberapa sudut Kota Bandung seperti di Tegalega, Ciroyom, Sarijadi, Cemara, Simpang BIP, Leuwi Panjang, Pasteur dan Jembatan Pasupati, masalah sosial kehidupan anak punk sering terlihat pada malam hari terutama pada malam minggu. Kebanyakan dari mereka adalah individu-individu yang yang rentan usianya antara 15 tahun sampai dengan 25 tahun yang termasuk ke dalam tahap perkembangan remaja menuju dewasa. Lalu sebenarnya apa faktor  yang menyebabkan mereka untuk lebih memilih menjadi anak punk dan manjalani kehidupannya di jalanan ?

Menurut sebagian besar orang, alasan mengapa seseorang memilih kehidupan menjadi seorang anak punk adalah karena dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal sering terjadi akibat jiwa orang itu sendiri untuk memilih menjadi anak punk karena menginginkan kehidupan yang bebas tanpa dibatasi oleh aturan, adapula dikarenakan permasalahan keluarga seperti ayah dan ibu nya bercerai lalu si anak tidak merasakan kasih sayang (broken home) yang mendorong si anak cenderung mencari alternatif pergaulan yang lebih bebas dan ingin mencari perhatian dengan manjadi seorang anak punk. Atau faktor eksternal seperti pergaulan di lingkungan sekitar (lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, dan lingkungan dunia luar) yang selalu dilihatnya lalu tingkah laku mereka diikuti karena rasa penasaran ingin mencoba yang tinggi. 

Masyarakat selama ini jika mendengar kata “anak punk” selalu mengkaitkannya dengan hal-hal yang negatif seperti pergaulan yang sangat bebas, dekat dengan rokok, pemakai narkoba dan obat-obatan terlarang, ngelem, hingga kehidupan liar seks bebas dan penyakit kelamin. Tak jarang realita sosial juga membuktikan bahwa anak punk sering berbuat kriminalitas seperti mencuri, menyopet, tawuran antar kelompok anak punk hingga mengamen dengan sifat dan kesan memaksa di angkutan umum (angkot). Tentu realita ini sangat meresahkan masyarakat umum, terkhusus bagi mereka para pengguna fasilitas publik di Kota Bandung.

Jika dikaitkan dengan pariwisata, kondisi ini tentu akan membuat citra atau image Kota Bandung menjadi buruk dan membawa kesan negatif bagi wisatawan. Kesan tidak aman, tidak nyaman, tidak indah dipandang, tidak tertib tentu terbenak di hati wisatawan yang berkunjung ke Kota Bandung. Semua wisatawan menginginkan adanya unsur sapta pesona (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah tamah dan kenangan) dalam setiap perjalanannya. Terjaminnya keamanan dan keselamatan, ketertiban masyarakatnya, bersih dari segala unsur yang mengganggu keindahan hingga adanya suatu kenangan yang berkesan dan tidak dapat dilupakan adalah yang selalu diharapkan oleh siapapun jika berkunjung ke suatu daerah. Namun, fenomena anak punk secara tidak langsung telah mengganggu kegiatan pariwisata di Kota Bandung, seperti apa?

Realita yang sering terjadi adalah dari sisi keamanan dan kenyamanan wisatawan terhadap aktifitas anak punk, yaitu anak punk seringkali masuk ke angkutan umum dengan modus untuk mengamen namun saat meminta bayaran seringkali bersifat dan berkesan memaksa atau menyindir para penumpang, seperti “kok pelit banget sih!”, “susah amat ngasih uang receh!” atau “cantik-cantik kok ngasihnya cuma segini!”. Hal seperti itu membuat siapapun yang berada di dalam angkot termasuk wisatawan merasa terganggu kenyamanan terlebih lagi anak punk yang masuk ke angkot berbau badan tidak sedap dan tidak beretika atau wisatawan akhirnya memberikan uang tambahan karena merasa terancam keselamatannya. Yang saat ini sering terjadipun adalah anak punk sering masuk ke bus-bus pariwisata tidak hanya satu oranag melainkan dua atau lebih yang seharusnya anak punk atau pengamen dilarang untuk masuk ke bus pariwisata yang sedang membawa rombongan wisatawan namun tetap saja mereka memaksa masuk yang akhirnya mengakibatkan wisatawan terganggu kenyamanannya.

Adapun realita lainnya jika dilihat dari sisi keindahan dan ketertiban adalah jika kelompok anak-anak punk tidak di tertibkan, dibiarkan menyebar dan bebas dijalanan, yang akan terjadi adalah timbul kesan tidak tertib, kumuh dan menyeramkan. Hal seperti itupun sangat merugikan Kota Bandung sebagai suatu destinasi wisata karena wisatawan terutama wisatawan mancanegara sering melihat dan memperhatikan hal-hal yang kecil terkait dengan keindahan tata letak kota dan kondisi sosial masyarakatnya.

Tentu permasalahan sosial anak punk khususnya di Kota Bandung harus segera diminimalisir agar tidak terjadi hal-hal yang mengganggu keamanan dan kenyamanan para wisatawan yang berkunjung ke Kota Bandung serta tidak mengganggu keindahan dan ketertiban di jalanan Kota Bandung. Bentuk untuk meminimalisir keadaan dan kondisi ini adalah seperti melakukan razia rutin oleh Dinas Sosial Kota Bandung atau dinas-dinas terkait lainnya. Atau memberikan alternatif lain seperti pembekalan wawasan dan pengetahuan kepada para anak punk untuk lebih tertib ketika mengamen dan memberikan mereka pengetahuan akan sanksi baik sanksi sosial atau hukum yang akan diterima jika mereka melanggar ketertiban umum. Sehingga, diharapkan keberadaan anak punk “liar” di Kota Bandung dapat di eleminasi kesan negatifnya dan kejahatan yang sering dilakukan anak punk pun tidak terjadi lagi.

2 komentar:

Herlina DK mengatakan...

Sudah saatnya pemerintah memperhatikan hal2 semacam ini. Hal kecil yang terus dibiarkan, dapat menjadi hal besar yang semakin sulit untuk dihindarkan.

Wira Acristarini mengatakan...

Bermanfaat sekali :)

MENUJU DESA SADAR WISATA: PEMERINTAH DESA LUBUK MENYELENGGARAKAN BIMTEK PENGEMBANGAN PARIWISATA TINGKAT DESA

Oleh: Taufik Hidayat | Analis Pariwisata Dinas Pariwisata Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau Pemerintah Desa Lubuk bersama Badan Permusyawara...