(Penulis: Taufik
Hidayat - Mahasiswa Manajemen Pariwisata
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata YAPARI-AKTRIPA Bandung)
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata YAPARI-AKTRIPA Bandung)
Pariwisata
sebagai salah satu sektor kegiatan yang memberikan kontribusi pendapatan
nasional terbesar di Negara Indonesia (sumber:
Badan Pusat Statistik), saat ini
menjadi sektor kegiatan yang paling potensial untuk bisa dikembangkan menjadi sektor
kegiatan yang aktual. Peluang ini dilihat oleh beberapa ahli ekonomi yang mengatakan
bahwa saat ini di beberapa negara terutama negara-negara yang berada di Benua
Eropa dan Amerika, pariwisata sudah menjadi salah satu kebutuhan sekunder yang
harus dipenuhi, mengingat income
percapita penduduk di negara-negara tersebut termasuk tinggi sehingga uang
lebih (disposal money) yang mereka
miliki sudah diporsikan untuk memenuhi kebutuhan lainnya, salah satunya adalah untuk
melakukan kegiatan berwisata.
Indonesia
sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, menyimpan banyak kekayaan alam dan
budaya yang bernilai jual tinggi. Sumber kekayaan alam dan budaya tersebut
seharusnya dapat menjadi magnet penarik bagi wisatawan asing untuk berkunjung
ke Indonesia. Saat ini, destinasi yang terkenal di Indonesia seperti Pulau
Bali, Kepulauan Raja Ampat, Bunaken, Toraja dan TN Komodo sudah cukup banyak
mendatangkan wisatawan ke Indonesia, namun kunjungan tersebut belum maksimal
mengingat gagalnya pencapaian target kunjungan sembilan juta wisatawan asing ke
Indonesia pada tahun 2014. Dengan menargetkan sepuluh juta wisatawan asing di
tahun 2015 ini, Kementerian Pariwisata Indonesia harus bisa membuat strategi-strategi
unggul agar target tersebut bisa tercapai.
Dalam
lingkup mikro, sektor pariwisata sebenarnya dapat menjadi keuntungan sekaligus
peluang untuk meningkatkan sumber pendapatan masyarakat terutama bagi
masyarakat yang bersentuhan langsung dengan kegiatan pariwisata, dalam kata
lain masyarakat lokal seharusnya lebih berpeluang untuk mendapatkan kesempatan
tersebut. Namun, kerapkali program pembangunan dan pengembangan dibuat oleh
pemerintah pusat dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang akhirnya masyarakat
lokal hanya diikutsertaan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk
memberikan masukan dan peranan. Padahal, pemberdayaan masyarakat lokal di
daerah wisata sangat penting dilakukan agar masyarakat lokal tidak tersisih dan
mampu berjaya di daerahnya sendiri.
Dilihat
dari sisi yang berbeda, hal ini telah dulu dilihat oleh pemerintah daerah,
bukan tanpa alasan mengapa pemerintah sering tidak mengikutsertakan masyarakat
lokal di dalam kegiatan pariwisatanya. Alasan paling mendasar terletak pada
penilaian akan kemampuan masyarakat lokal terhadap kebutuhan kompetensi di
daerah wisata yang masih dianggap rendah, seperti penguasaan teknologi, bahasa
asing dan minimnya pendidikan/pemahaman masyarakat mengenai kebutuhan dan karateristik wisatawan.
Seharusnya, disinilah pemerintah berperan aktif untuk bisa memberdayakan
masyarakat lokal dengan cara menanamkan arti penting peran serta masyarakat
lokal sebagai unsur terbentuknya kondisi sosial dan ekonomi yang lebih maju dan
sehat bagi seluruh masyarakat lokal di daerah wisata.
Berdasarkan
Sutrisno (1995: 35), dalam membangun partisipatif maka peran pemerintah pada
umumnya sebagai fasilitasi terhadap jalanya proses pemberdayaan masyarakat
dengan baik. Fasilitasi dapat berupa kebijakan-kebijakan atau tenaga ahli,
pendanaan, penyediaan teknologi dan tenaga terampil. Pemerintah seharusnya
menyadari bahwa masyarakat lokal adalah sebagai alat produksi yang bisa
dimanfaatkan untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi suatu daerah melalui
karya dan dedikasi hasil pengembangan sumber daya manusia di daerah tersebut
sehingga nantinya dapat menghasilkan masyarakat yang mandiri dan berkualitas. Pariwisata
sebagai multiplayer effect , yaitu
pariwisata berdampak ganda terhadap kegiatan lainnya dapat dimanfaatkan secara
optimal dengan menghidupkan semua sektor yang berkaitan langsung maupun tidak
langsung terhadap kegiatan pariwisata di daerah. Masyarakat lokal seyogianya
diberdayakan untuk bisa masuk ke lingkup kegiatan usaha jasa/sarana/objek pariwisata
seperti berdagang makanan/minuman, berdagang souvenir hasil karya masyarakat
lokal (hand made), menjadi pemandu wisata
lokal (local guide), jasa penyewaan
kendaraan (becak, delman, motor/ojek, sepeda), staf pengelola destinasi wisata
dan kegiatan-kegiatan berpotensial ekonomi lainnya. Seluruh kegiatan tersebut merupakan
kegiatan yang bila dapat dioptimalkan oleh masyarakat lokal di daerah, manfaatnya
akan sangat terasa terutama bagi perputaran perekonomian setempat karena mampu
meningkatkan pendapatan masyarakat lokal yang nantinya akan berujung pada
kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Selain itu, dapat pula meningkatkan kemandirian
dan kualitas sumber daya masyarakat lokal, sehingga akan mampu mengangkat citra
masyarakat lokal yang berada di daerah destinasi
wisata.
Daftar Pustaka
Hadiwijoyo, Suryo Sakti., 2012,
Perencanaan Pariwisata Perdesaan Berbasis Masyarakat, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar