(Penulis: Taufik
Hidayat - Mahasiswa Manajemen Pariwisata
Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Pariwisata YAPARI-AKTRIPA Bandung)
Editor: Titing
Kartika, S.Pd., MM., MBA Tourism (Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata
YAPARI-AKTRIPA Bandung)
Seluruh anggota ASEAN yang terdiri dari
Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, Kamboja,
Thailand, Filipina, Laos dan Myanmar telah menandatangani dan menyetujui
kesepakatan melalui MoU (memorandum of understanding) untuk
melakukan perdagangan bebas atau integrasi ekonomi di wilayah ASEAN.
Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN, tentunya tertantang
untuk dapat meningkatkan persaingan agar MEA tidak menjadi bumerang bagi
program yang telah disetujuinya tersebut. Dengan jumlah penduduk
sekitar 250 juta jiwa, Indonesia berada pada peringkat pertama untuk
jumlah penduduk terbesar di wilayah ASEAN. Namun sayangnya, jumlah
penduduk yang besar tidak dapat menjamin Indonesia untuk bisa unggul
pada persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut. Karena jika kita
berbicara mengenai MEA, pemikiran kita akan langsung tertuju pada
permasalahan kualitas sumber daya manusia yang ada. Lalu timbul
pertanyaan, apakah sumber daya manusia di Indonesia sudah mampu bersaing
pada tingkat ASEAN?
Fokus pada kegiatan pariwisata, MEA
tentunya akan menyentuh sektor pariwisata sebagai target persaingan
karena pariwisata telah dinilai sebagai salah satu sektor yang mampu
meningkatkan devisa negara dan seluruh kegiatan yang dihasilkan oleh
pariwisata selalu bersinergi dengan kegiatan ekonomi. Keuntungan lainnya
yang dimilki pariwisata adalah karena pariwisata berdampak ganda (multiplier effect),pariwisata mempunyai jangka penggunaan atau pemanfaatan yang panjang (everlasting time) dan pariwisata sebagai sektor yang hanya memerlukan modal/pengeluaran yang sedikit namunmendatangkan pendapatan yang besar (low budget but high income).
Pariwisata di Indonesia sebenarnya telah memenuhi seluruh kualifikasi
tersebut, namun nyatanya belum sepenuhnya disadari sehingga pemanfaatan
dari ketiga dasar konsep tersebut belum mencapai hasil yang optimal.
Lalu bagaimana strategi pariwisata Indonesia memposisikan dirinya
sebagai pesaing terberat di ajang Economic ASEAN Community yang telah disepakati tersebut?
Salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah dengan meningkatkan sumber daya manusia yang berkompeten di
bidang pariwisata. Kompetensi ini dapat dimulai dari memperbaiki semua
permasalahan di industri pariwisata baik primer maupun sekunder dan
usaha kepariwisataan terkait. Pemilik industri pariwisata seperti
perusahaan transportasi, akomodasi, restoran dan catering, biro perjalan wisata, souvenir shop,
dan lainnya seharusnya mampu memberikan dorongan pada karyawannya agar
memiliki kompetensi dan kemampuan yang berdaya saing tinggi terhadap
asing. Peran usaha kepariwisataanpun seharusnya digiatkan dengan
memberlakukan sertifikasi kepada setiap pelaku usaha pariwisata, hal ini
dirasa penting agar orang-orang yang berkecimpung di usaha
kepariwisataan memiliki standar yang sama dalam memenuhi dan melayani
kebutuhan wisatawan.
Saat ini, pesaing terberat Indonesia
pada sektor pariwisata di kawasan ASEAN adalah Negara Singapura. Mengapa
Singapura bisa mengungguli pariwisata Indonesia padahal daya tarik
wisata yang mereka miliki lebih banyak unsur buatan manusianya (man made)?
sedangkan Indonesia jauh lebih banyak memiliki potensi sumber daya alam
yang lebih indah dan dikenal dunia. Kekayaan alam Indonesia terbentang
luas dari Sabang hingga Marauke, mulai dari wisata pegunung, bahari,
alam, budaya, minat khusus semuanya tersedia di Indonesia. Kelemahan
kita hanyalah ada pada sumber daya manusianya, Indonesia masih
kekurangan orang-orang yang mampu berfikir keras untuk kesejahteraan
pariwisata Indonesia. Kelembagaan pariwisata yang seharusnya diisi oleh
sarjana-sarjana pemikir masa depan pariwisata Indonesia malah dikuasi
oleh sarjana-sarjana non-pariwisata yang belum tentu paham tentang
kondisi kepariwisataan di Indonesia. Maka dari itu, permasalah sumber
daya manusia dianggap sangat krusial dan berpengaruh dalam pengembangan
sektor pariwisata yang berkelanjutan, ditambah persoalan mendasar
mengenai komponen kepariwisataan yang terdiri dari atraksi, amenitas,
aksesibilitas, image/citra dan harga (Middleton, 1989 dalam
Ricardson dan Fluker, 2004: 50) yang fungsi pengawasannya belum begitu
maksimal. Padahal, fungsi tersebut penting dilakukan agar pariwisata
Indonesia tetap berada di posisi stabil.
Belajar dari Negara Singapura yang
benar-benar memperhatikan sektor pariwisatanya dari segala aspek,
seharusnya pariwisata Indonesia mampu mengungguli pariwisata Singapura
melalui metode ATM (amati, tiru dan modifikasi), mengingat jumlah
penduduk Indonesia yang lebih banyak dan dengan diberikan kompetensi
keahlian yang mendukung maka Indonesia dapat menjawab semua permasalahan
pariwisata yang selama ini menjadi polemik yang berkelanjutan. Jika
kekurangan-kekurangan tersebut dapat segera diperbaiki, bukan hal yang
mustahil pelaku pariwisata Indonesia akan mampu bersaing kuat dalam
persaingan masyarakat ekonomi di wilayah ASEAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar