(Penulis: Taufik
Hidayat - Mahasiswa Manajemen Pariwisata
Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Pariwisata YAPARI-AKTRIPA Bandung)
Pemerintah Indonesia di bawah kabinet kerja kepemimpinan
presiden baru Bapak Ir. H. Joko Widodo pada tahun 2014 telah resmi mengubah
nama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjadi Kementerian Pariwisata.
Perubahan ini dilakukan karena pemerintah telah menyadari bahwa pariwisata
harus sudah lebih konsen untuk mengembangkan pariwisata nasional. Berdasarkan data
dari Badan Pusat Statistik Indonesia, kunjungan wisatawan mancanegara ke
Indonesia pada tahun 2014 mencapai 9,44 juta yang berarti naik 7,19% dari tahun
2013 yang hanya berjumlah 8,8 juta. Ini menjadikan daya saing pariwisata
Indonesia berada pada urutan 70 dari 140 negara di dunia. Dilihat dari
pertumbuhan yang menjanjikan ini, sudah sewajarnya pemerintah Indonesia untuk mengambil
langkah fokus terhadap bidang pariwisata tanpa mencampur bidang pariwisata
dengan bidang-bidang lainnya.
Keseriusan pemerintah terhadap pariwisata sudah terlihat
dari sisi pendidikan, perguruan tinggi pariwisata di Indonesia setiap tahun
terus mengalami peningkatan jumlah. Pada tahun 2014 saja, terdapat 53 Perguruan
Tinggi Pariwisata dari 4.300 perguruan Tinggi di Indonesia (Pangkalan Data
Pendidikan Tinggi 2014). Peningkatan jumlah ini selalu disesuaikan dengan
kebutuhan sumber daya manusia berkompeten di bidang pariwisata yang setiap tahun
terus meningkat pula. Dengan berkembangnya perguruan tinggi pariwisata,
diharapkan mampu melahirkan SDM berkompeten yang mengerti tentang kondisi
pariwisata di Indonesia sehingga SDM pariwisata Indonesia dapat bersaing dan tidak
dikuasai oleh asing. Lalu, seberapa berpeluangkah bidang pariwisata dapat
menyerap tenaga kerja?
United
Nations of Word Tourism Organization (UNWTO) menyatakan bahwa satu dari sebelas peluang kerja di dunia adalah di
bidang pariwisata. Di Indonesia sendiri, sudah terdapat 375.000 tenaga kerja pariwisata dan 32% atau sekitar
121.520-nya telah memiliki sertifikasi kompetensi pariwisata (Metro TV News, 2014). Peluang kerja ini
akan terus bertambah jika pariwisata di Indonesia dapat dikembangkan secara
optimal karena sebenarnya perkembangan karakteristik bisnis pariwisata
Indonesia terus mengalami peningkatan, peningkatan ini tentu harus diikuti oleh
jumlah tenaga kerja pariwisata yang semakin meningkat pula. Kelemahan
pariwisata di Indonesia ada pada infrastruktur pariwisata, infrastruktur
informasi, komunikasi dan teknologi serta permasalahan kesehatan dan kebersihan
yang ketiganya termasuk ke dalam bottom
three masalah prioritas kepariwisataan Indonesia (Word Economic Forum, 2013) . Jika kelemahan ini dapat
ditanggulangi, maka investor akan melirik Indonesia sebagai tempat yang potensial
untuk ditanamkan modal, khususnya modal bisnis kepariwisataan.
Saat ini pemerintah sedang gencar melakukan
pembangunan kawasan pariwisata, salah satu yang akan terealisasi adalah kawasan
Tanjung Lesung yang berada di Pandeglang Banten yang sedang dalam tahap pembangunan integrasi kawasan
seperti yang ada di Nusa Dua Bali. Dengan luas kawasan empat sampai dengan lima
kalinya kawasan Nusa Dua Bali, kawasan ini sebenarnya sudah dimulai
pembangunannya sejak tahun 1997 dan rencanya, pengembangan kawansan ini akan dimulai
dengan membuat flora & fauna conservation
park dan kawasan wisata mangrove. Tentunya pengembangan kawasan ini akan
memberikan kesempatan kepada investor baik lokal maupun asing untuk dapat
menginvestasikan jaminannya pada pengembangan kawasan ini. Kawasan ini nantinya
dapat ditempuh selama empat jam dari Jakarta dengan jarak kurang lebih 186 km
dan rencananya juga akan dibangun mini airport
yang bisa didarati oleh pesawat kecil berkapasitas 30 orang. Lokasinya pun yang
strategis karena dekat dengan wilayah Baduy, Ujung Kulon dan Gunung Krakatau
menambah keistimewaan kawasan ini. Dampak finansial yang dihasilkanpun sangat
banyak yaitu mulai dari penyerapan tenaga kerja, citra daya tarik wisata yang
semakin terangkat, pendapatan asli daerah akan tumbuh dengan pesat serta
terjalinnya corporate responsibility social
(CRS) antara perusahaan dengan masyarakat lokal di bidang pendidikan dan
kesehatan.
Selain Tanjung Lesung, daerah lainnya yang
direncanakan akan dijadikan integrasi kawasan antara lain Bintan, Natuna,
Lombok, Lampung, Berau, dan Bangka Belitung. Bahkan, Bangka Belitung akan sudah
dijadikan sebagai daerah industri berbasis pariwisata yang bisa disinggahi oleh
kapal pesiar serta Kepulauan Natuna di Provinsi Kepualaun Riau yang sudah dijadikan
tempat latihan bagi taruna se-ASEAN. Hal ini disampaikan oleh Bapak Poernomo
Siswoprasetjo TJ, MBA beliau adalah CEO
Pacific Asia Travel Association (PATA) Indonesia Chapter saat memberikan
seminar “Perkembangan Karakteristik Bisnis Pariwisata Dalam Memasuki Era MEA
2015” di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung pada tanggal 4 Mei 2015 lalu.
Kegiatan pariwisata selalu saja bersinergi dengan
kegiatan ekonomi. Sistem ekonomi menyatakan bahwa setiap ada kegiatan pasti
akan ada penyerapan tenaga kerja dan penurunan tingkat pengangguran lalu
peningkatan pendapatan yang berujung pada kesejahteraan masyarakatnya. Saat
ini, pembangunan kawasan wisata semakin banyak dan strategi unggul untuk
meningkatkan kualifikasi SDM pariwisata pun sudah gencar dilakukan. Maka dari
itu, target sektor pariwisata Indonesia adalah harus bisa masuk ke tiga besar
sektor yang menghasilkan devisa bagi negara (selama ini adalah sektor migas,
pertambangan dan pertanian/perkebunan). Dengan segala keunggulan pariwisata
yang dimiliki dan keseriusan pemerintah untuk mengembangkan pariwisata nasional,
hal tersebut bukanlah hal yang mustahil. Sehingga dengan melihat perkembangan
pariwisata Indonesia yang semakin maju dan prospek kegiatan pariwisata yang
menjanjikan di masa depan, sudah seharusnya pariwisata Indonesia berkontribusi besar
bagi kehidupan masa depan bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar